Selasa, 15 November 2011

RESUM ANALISIS MATERI FIQH IBADAH



“ Shalat jenazah”


Dosen Pengampu : Goffar Ismail S.Ag, M.A


 


 


Oleh :


            Wiwin Sundari (20090720015)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM


                                    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2011


Shalat jenazah merupakan shalat yang dilakukan karena adanya muslim atau muslimah yang meninggal dunia. Dan hukum dari shalat jenazah ini adalah fardlu kifayah artinya jika sudah dikerjakan oleh seorang muslim atau muslimah maka gugurlah kewajiban bagi yang lain, namun shalat jenazah lebih dianjurkan untuk berjamaah. Dari Khabbab ra, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa pergi mengantar jenazah dari rumah duka dan menyolatkannya lalu mengantarnya sampai kuburan, maka ia mendapat pahala dua qirath, dan setiap qirathnya sama dengan gunung uhud. Dan barang siapa menyolatkannya lalu pulang, maka ia hanya memperoleh satu qirath.” (HR. Muslim).

Shalat jenazah dilakukan dengan empat kali takbir tanpa adanya sujud dan ruku’. Sama halnya dengan shalat fardhu, shalat jenazah juga mempunyai syarat dan rukun yang harus dilaksanakan oleh muslim atau muslimah yang akan menyalati jenazah, adapun syarat melakukan shalat jenazah yaitu :

  1. Suci dari hadats kecil dan besar

  2. Menghadap ke kiblat

  3. Menutup aurat

  4. Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani

  5. Mayat diletakkan disebelah kiblat orang yang menyolatkan


 

Sedangkan rukun dari shalat jenazah yaitu :

  1. Niat karena Allah SWT

  2. Berdiri bagi yang mampu dan menghadap qiblat. Apabila jenazah tersebut laki – lakimaka posisi shaf imam berada sejajar dengan kepala jenazah, sedangkan apabila jenazahnya perempuan maka posisi imam berdiri sejajar dengan tengah – tengah badannya (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dari Anas)

  3. Takbir empat kali dengan mengangkat kedua tangan ( HR. Muttafaq ‘alaih, dari jabir)

    1. Takbir pertama membaca surat Al – Fatihah





  1. Pada takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW seperti shalawat yang diajarkan Nabi dalam tahiyyat.

  2. Takbir ketiga, berdoa untuk jenazah/ mayit



  • Jika jenazahnya laki – laki


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ, وَعَافِهُ وَاعْفُ عَنْهُ, وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ, وَوَسِعْ مُدْخَلَهُ, بِا لْمَاءِ وَا لثَّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهِ


 مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ, وَأَبْدِلْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ, وَأَهْلًا خَيْرًا


 مِنْ اَهْلِهِ, وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ, وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ, وأَ عِذْهُ مِنْ عَذَا بِ الْقَبْرِأوْ مِنْ عَذَا بِ ا لنَّارِ


Artinya : “ Ya Allah, ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka”

  • Jika jenazahnya perempuan


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَ وَارْحَمْهَ, وَعَافِهَ وَاعْفُ عَنْهَ, وَأَكْرِمْ نُزُلَهَ, وَوَسِعْ مُدْخَلَهَ, بِا لْمَاءِ وَا لثَّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهَ


 مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ, وَأَبْدِلْهَ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهَ, وَأَهْلًا خَيْرًا


 مِنْ اَهْلِهَ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَ, وَأَدْخِلْهَ الْجَنَّةَ, وأَ عِذْهَ مِنْ عَذَا بِ الْقَبْرِ,أوْ مِنْ عَذَا بِ ا لنَّارِ


 


 




  1. Takbir keempat dilanjutkan dengan membaca doa


اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِ مْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ


 




  1. Membaca salam


اَلسَّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه


 


            Jika yang meninggal tersebut tempat tinggalnya jauh dari kita dan tidak dapat kita jangkau, kita tetap bisa melakukan shalat jenazah untuk dia di tempat dimana kita berada, yang disebut juga dengan shalat ghaib. Namun bagi umat muslim yang meninggal karena bunuh diri, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama, apakah tetap dishalatkan ataukah tidak. Pada dasarnya tidak ada keterangan dari Nabi Muhammad SAW tentang larangan untuk menyolatkan muslim yang bunuh diri. Namun karena bunuh diri itu merupakan hal yang dibenci dan tidak disukai oleh Nabi SAW dan juga merupakan perbuatan orang yang berputus asa, maka beliau tidak menyolatkan orang yang meninggal dengan bunuh diri. Hal ini telah tertera dalam QS. At – taubah 84 yang Artinya : “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka Telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Dalam makalah kelompok XI permasalahannya adalah apakah orang yang meninggal dalam keadaan syahid dishalatkan atau tidak.

Mati syahid adalah orang yang meninggal karena membela agama Allah SWT, dan  disini terdapat perbedaan pendapat yaitu, apakah tetap dishalatkan atau tidak. Imam Bukhori meriwayatkan dari jabir, dalam hadits Rasulullah SAW, seperti di bawah ini :

عنْ جا برانّ النّبي ص م اَمَرَفى قطلى احد بِدَ فنِهِمْ بِدِمَانهمْ وَلَمْ يُغسَلُوا وَلَمْ يُصَلّ عَلَيْهِمْ (رواه البخارى)

Artinya : “Dari Jabir, sesungguhnya Rasul SAW telah memerintahkan (kepada para sahabat bagi orang -  orang yang gugur) dalam peperangan uhud supaya mereka dikuburkan beserta darah mereka, tidak dimandikan dan tidak perlu dishalatkan” (HR. Bukhori)

Jadi orang yang mati syahid, jenazahnya tidak perlu dimandikan, dikafani, dan juga dishalatkan. Caranya langsung dikubur dengan pakaian yang dikenakan ketika gugur atau meninggal.

Pendapat yang kedua yang menyatakan bahwa jenazah yang mati secara syahid tetap di shalati adalah riwayat Imam Bukhori dari uqbah bin amar yang menyatakan bahwasanya Rasulullah SAW pernah keluar lalu beliau melakukan shalat untuk mereka yang gugur di bukit uhud sebagaimana beliau shalat jenazah setelah delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang mati syahid boleh tetap dishalatkan dan boleh juga tidak dishalatkan. Hal ini karena kedua hadits tersebut shahih dan bersumber dari Rasulullah SAW.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar