Kamis, 17 November 2011

EVALUASI MUTU HASIL BELAJAR PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

 

Dosen Pengampu: Dr. Arif Budi Raharjo, M.Si.


Disusun Oleh:


Muflikh Najib                    20090720014

Ratna Sari                         20090720002

Neni Nur Anisah                20090720017

Novan Agfalla                   20090720003

Akhid Nur Rohman            20090720016

Wiwin Sundari                   20090720015

Hikmah                              20080720040

Ahmad Dahlan M.             20090720005

 

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2011


 


BAB I


Pendahuluan


Kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan sekolah pada umumnya adalah proses belajar mengajar. Yang di sana terdapat guru sebagai pengajar dan murid sebagai siswa yang diajar. Pada umumnya suatu proses belajar mengajar (selanjutnya disebut proses pendidikan) dapat diketahui berhasil atau tidaknya dengan suatu cara tertentu. Cara ini biasa disebut sebagai evaluasi belajar, dan pada umumnya berupa ujian yang diberikan kepada para siswa.

Namun disamping itu evaluasi belajar juga haruslah dibuat secara baik dan profesional. Dalam hal ini soal ujian yang telah diberikan harus dianalisa sehingga terlihat seberapa baik proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Dalam hal ini evaluasi hasil belajarlah yang berperan aktif untuk mengetahui itu semua. Perlu diketahui bahwa evaluasi hasil belajar juga memiliki manfaat yang sangat luas, akan tetapi dalam pembahasan kelompok ini hanya akan menggambarkan beberapa point penting saja.

Sebagai para pengajar haruslah mengetahui apakah prinsip-prinsip dalam evaluasi. Sehingga dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan dapat dijadikan pijakan untuk proses belajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar akan selalu dinamis dan dapat berkembang menuju lebih baik. Selain prinsip evaluasi sebagaipengajar perlu juga mengetahui alat-alat untuk dijadikan sebagai alat evaluasi.

Sehingga terbentuklah suatu kegiatan evaluasi yang baik, yang berguna karena keasliaanya dengan tersiratnya prinsip-prinsip evaluasi tersebut. Dan dengan hasil eavaluasi ini maka dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam proses pendidikan yang ada. Dengan demikian terlihatlah bahwa evaluasi yang baik dan benar sangatlah mempengaruhi proses pendidikan selanjutnya.

Evaluasi berasal dari kata evaluation dalam bahasa indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang berarti nilai. Dan jika diartikan secara istilah yaitu istilah evaluasi menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.(Sudijono, 2011 : 1)

Secara umum suatu proses evaluasi dalam pendidikan dapat dikatakan terlaksana secara baik apabila memegang pada prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, antara lain :

  1. Berprinsip keseluruhan


Dalam evaluasi seharusnya evaluasi tersebut dilaksanakan secara keseluruhan yaitu menyeluruh kesemua bagian. Sehingga evaluasi dapat dikatakan baik karena semua pihak yang dievaluasi dapat melaksanakannya semua.  Dengan kata lain evaluasi hasil belajar harus dapat mencangkup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Dengan demikian evaluasi hasil belajar dapat mengungkap aspek proses berpikir, bersikap, dan bertindak.

Dari hasil evaluasi belajar yang dilakukan secara menyeluruh maka akan didapat hasil hasil secara menyeluruh pula. Yang dengannya menjadi bahan-bahan dan informasi yang lengkap menganai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.

  1. Berprinsip kesinambungan


Prinsip ini biasanya dikenal dengan prinsip kontinuitas, yang dimaksudkan di sini adalah sebagai suatu evaluasi dapat dikatakan menjadi baik jika evaluasi itu dilakukan secara sambung menyambung dan dilakukan dari waktu ke waktu. Dengan demikian maka akan dapat diperoleh gambaran kemajuan yang terjadi di antara para siswa yang di evaluasi. Dan gambaran kemajuan yang diperoleh dari peserta didik ini dapat dijadikan sebagai langkah untuk menentukan langkah-langkah atau kebajikan-kebajikan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara baik.

  1. Berprinsip obyektivitas


Prinsip obyektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila terlepas dari fakto-faktor yang bersifat subyektif.

Maka dalam melaksanakan evaluasi sebaiknya senantiasa berpikir dan bertindak secara wajar, menurut keadaan yang senyatanya tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yangbersifat subyektif. Maka prinsip obyektivitas ini sangat penting dilakukan. Sehingga dalam melakukan evaluasi dapat menghasilkan evaluasi yang murni yang tidak ternodai oleh sifat subyektif yang ada, karena keaslian dan kemurnian evaluasi inilah yang akan dapat digunakan untuk menentukan langkah yang baik selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II


PEMBAHASAN




  1. A.    ALAT EVALUASI


Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah “instrument”. Dengan demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. (Arikunto, 2010: 25)

Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas, ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes. (Arikunto, 2010: 26)

  1. Teknik nontes


Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian peserta didik secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, social, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam  pendidikan baik individual maupun secara kelompok. (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21 September 2011)

Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan menyatakan  yang tergolong teknik nontes antara lain:

  • Skala bertingkat (rating scale)

  • Kuesioner (questioner)

  • Daftar cocok (check list)

  • Wawancara (interview)

  • Pengamatan (observation)

  • Riwayat hidup


 

  1. Skala bertingkat (Rating scale)


Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan: Rating gives a numerical value to some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.

 

Contoh:

Skor atau nilai yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Siswa yang mendapat skor 8, digambarkan di tempat paling kanan dan semakin ke kiri adalah penggambaran nilai dibawah 8.

 

 

4                5                6               7                 8

  1. Kuesioner (questioner)


Kuesioner (questioner) juga biasa disebut angket. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini  dapat diketahui keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap atau pendapat dan hal lainnya dari diri seseorang.

Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi.

a)      Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:

i.            Kuesioner langsung

Kuesioner ini dikatakan langsung karena dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

ii.            Kuesioner tidak langsung

Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang dimintai keterangannya.

Sebagai contoh kuesioner diberikan kepada orang tua peserta didik untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. (Sudijono, 2011: 84)

b)      Ditinjau dari segi cara menjawab

  1. Kuesioner tertutup


Kuesioner tertutup adalah kuesioner  yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. Contoh: dengan memberikan tanda cek ( √ ).

  1. Kuesioner terbuka


Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan bermacam-macam. Contoh: kuesioner terbuka digunakan untuk meminta pendapat atau keterangan tentang alamat pengisi.

  1. Daftar cocok (check list)


Daftar cocok atau check list adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cek ( √ ). Di tempat yang sudah disediakan.

 

 

 

 

 

 

 

Contoh:

Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.

 






























PernyataanPendapat
PentingBiasaTidak penting
Olah raga tiap pagi
Aktif mengikuti organisasi
Berkunjung ke kos teman

 

  1. Wawancara (interview)


Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.

Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

a)      Interviu bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.

b)      Interviu terpimpin, yaitu interviu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh pihak penanya. (Arikunto, 2010: 30)

Anas Sudijono dalam Pengantar Evaluasi Pendidikan menyatakan bahwa kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah, bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen, dan lain-lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam. Karena dengan melakukan wawancara, peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya dengan lebih bebas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik wawancara tepat digunakan apabila seorang peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam dari seorang atau beberapa responden.  Karena pertanyaan-pertanyaan yang belum jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi dan sebaliknya jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna.

  1. Pengamatan (observasi)


Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

Terdapat 3 macam observasi:

a)      Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan sepenuhnya mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.

b)      Observasi sistematik, yaitu observasi dimana factor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Dalam observasi sistematik pengamat berada di luar kelompok.

c)      Observasi eksperimental

Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemekian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi. (Arikunto, 2010: 31)

  1. Riwayat hidup


Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap objek yang dinilai. (Arikunto, 2010: 31)

 

  1. Teknik tes


Menurut Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya evaluasi pendidikan  Tes adalah ” suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat “.  Selanjutnya didalam bukunya teknik-teknik evaluasi Mukhtar Bukhori mengatakan: “ Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid dan kelompok murid”.

Definisi yang selanjutnya dikutip oleh webster’s collegiate “test= any series of questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group.

Dengan terjemahan bahwa Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Dari beberapa kutipan dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.

Ditinjau dari dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu :

  1. Tes diagnostik

  2. Tes formatif

  3. Tes sumatif


 

1)      Tes diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Dengan mengingat sekolah sebagai sebuah tranformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada diagram berikut ini:

 

 

 

 

input                                                                                    output

Tes diagnostik ke1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan disekolah yang dimaksudkan. Secara umum tes ini disebut tes penjajakan masuk yang dalam istilah inggris disebut entering behaviour test. Test diagnostik ke1 dilakukan untuk dapat menerima penetahuan lanjutannya. Pengatahuan dasar inibisa disebutdengan pengatahuan bahan prasyarat(pre-requisite). Oleh karena itu tes ini disebut sebagai tes prasyarat atau pre-requisite test.

Contoh:

Untuk mengajarkan perhitungan menghitung korelasi serial, guru harus yakin bahwa siswa sudah menguasai perhitungan tentang rata-rata dan simpangan baku(mean, standar deviasi). Oleh karena itu, sebelum mulai dengan menerangkan teknik korelasi serial tersebut, guru mengadakan test diagnostik untuk mengetahui penguasaan siswa atas mean dan standar deviasi tersebut.

Test diagnostik ke2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup byak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan disatu kelas, ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik,sedang, atau kurang, ini semua memerlukan adanya informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara melakukan tes diagnostik. Dengan demikian tes ini berfungsi sebagai tes penempatan (placement test) .

Test diagnostik ke3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus sekali-kali memberikan test diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain itu ia harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Berdasarkan atas hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.

Test diagnostik ke4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.

2)      Test formatif

Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini test formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau test formatif diberikan pada akhir setiap program. Test ini merupakan post test atau test akhir proses.

Pre test                                                                                       post test

(test awal)                                                                                    (tes akhir)

Evaluasi formatif mempunyai fungsi baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.

Manfaat bagi siswa

a)      Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan proram secara menyeluruh.

b)      Merupakan penguatan bagi siswa.

c)      Usaha perbaikan

d)     Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dngan mengetahui hasil tes formatif, siswa dg jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.

Manfaat bagi guru

a)      Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa.

b)      Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa.

c)      Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

Manfaat bagi program

Setelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dan hasil tersebut dapat diketahui :

a)      Apakah program yanag telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak .

b)      Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyrat yang belum diperhitungkan .

c)      Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai .

d)     Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat .

 

3)       Tes Sumatif

Evaluasi sumatif/ tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program / sebuah program yang lebih besar.  Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ualangan harian,sedang tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulagan umum yang biasanya dilaksanakn pada akhir semester.

Manfaat Tes Sumatif.

Manfaat tes sumatif ada 3 yang terpenting,yaitu:

a)      Untuk menentukan nilai.

Apabial tes formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk member nilai atau tidak digunakn untuk menentukankedudukan seorang anak, maka niali dari tes sumatif ini digunakn untuk menentukan kedududkan anak.

b)      Untuk menentukan seorng anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan ini tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.

Contohnya; ketiak kenaikan kelas guru mempertimbangkan siapakah kira kira siswa yang mampu mengikuti program di kelas berikutnya.

c)      Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi; orang tua,pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila siswa pindah sekolah/ akan melanjutkan belajar/ akan bekerja.

Contohnya; raport yang diberikan setiap akhir semester dan ijazah/ STTB bagi siswa yg lulus dalam tingkat SD/ SLTP /SMA

 

4)      Tes Formatif dan tes sumatif dalam praktek

 

Dalam pelaksanaan di sekolah tes formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes sumatif bias dikatakan sebagai ualngan umum yang diadakn di akhir semester.

Dalam pelaksanaannya tes sumatif di sekolah sekolah dikenal dengan THB (tes hasil belajar), TPL (tes prestasi belajar),Ulangan semester.

 

Kebaikan THB bersama;

a)      Pihak atasan atau pengelola sekolah sekolah dapat membandingkan kemajuan sekolak sekolah yang ada di wilayahnya

b)      Karena dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang alain,maka akan timbul persaingan sehat antar sesame.

c)      Standar pelajaran akan terpelihara dengan sebaik baiknya karena soal soal tes yang akan diberikan oleh Dinas P dan K atau Kanwil

 

 

 

Keburukan THB bersama;

a)      Ada kemungkinan akan terjadi pemberian pelajaran yang hanya berorientasi pada “UJIAN” dengan cara memberikan latihan mengerjakan soal yang sebanyak-banyaknya.

b)      Tidak menghiraukan jika terjadi beberapa bentuk kecurangan karena ada sekolah-sekolah yang ingin mendapat niali baik.

Berhubungan dengan adanya bermacam-macam tes ini dengan sendirinya cara memberikan nilai dan perhitungannya sebagai informasi orestasi siswa juga berbeda-beda.

  1. B.     PERBANDINGAN ANTARA DIAGNOSTIK, FORMATIF, DAN SUMATIF


 

  1. Ditinjau dari segi fungsinya


 

Diagnostik :

  1. Untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa

  2. Menentukan tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya

  3. Untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya dalam menerima pelajaran

  4. Menentukan kesulitan – kesulitan belajar yang dialami siswa, sehingga pendidik dapat membantu mengatasi masalah tersebut dan juga membimbingnya


Formatif :

  1. Untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan

  2. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai


 

Sumatif :

  1. Untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya

  2. Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa dirinya telah mengikuti suatu program, dan juga menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok


 

  1. 2.      Ditinjau dari segi waktu


 

Diagnostik :

  1. Pada saat penyaringan calon siswa

  2. Pada saat pembagian kelas atau saat pertama kali guru memberikan pelajaran

  3. Selama pelajaran sedang berlangsung


Formatif :

  1. Selama pembelajaran berlangsung, tujuannya agar pendidik dapat mengetahui informasi kemajuan yang telah dicapai atau kekurangan dan  kesulitan siswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik


Sumatif :

  1. Pada akhir catur wulan atau semester akhir


 

 

  1. 3.      Ditinjau dari titik berat penilaian


Diagnostik :

  1. Menekan pada aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotor

  2. Pada faktor fisik, psikologi, dan lingkungan


Formatif :

  1. Hanya menekan pada aspek atau tingkah laku kognitif saja


Sumatif :

  1. Menekan pada aspek kognitif, namun kadang  pada aspek psikomotorik dan juga terkadang pada aspek afektifnya. Walaupun demikian yang diukur bukan sekedar ingatan dan hafalannya saja melainkan tingkatan yang lebih tinggi


 

  1. 4.      Ditinjau dari alat evaluasi


Tes diagnostic:

  1. Tes  prestasi belajar yang sudah distandarisasikan

  2. Tes diagnostik  yang sudah distandarisasikan

  3. Tes buatan guru

  4. Pengamatan dan daftar cocok (Check list)


 

Tes formatif

  1. Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik


Tes sumatif

  1. Tes ujian akhir


 

  1. 5.      Ditinjau dari cara memilih tujuan yang di evaluasi


Tes diagnostik

  1. Memilih tiap-tiap ketrampilan prasyarat

  2. Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang

  3. Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental , dan perasan


Tes formatif

Mengukur semua tujuan instruksional khusus

Tes sumatif

Mengukur tujuan instruksional umum

6.  Ditinjau dari tingkat kesuliatan tes

Tes diagnostik

Untuk tes diagnostic mengukur ketrampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran 0,65 atau lebih.

Tes formatif

Belum dapat ditentukan

Tes sumatif

Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. Ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.

  1. 7.      Ditinjau dari Skoring (cara memberikan skor)


Tes Diagnostik

Tes diagnostic menggunakan standar mutlak dan standar relative (criterion referenced and normreferenced).

 

Tes Formatif

Hanya menggunakan standar mutlak (criterion referenced).

 

Tes Sumatif

Kebanyakan menggunakan standar relative (normrferenced), tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion referenced).

 

  1. 8.      Ditinjau dari Tingkat Pencapaian


Menurut Dr. Suharsimi Arikunto bahwa yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah nilai skor yang dicapai siswa di dalam setiap tes. Lanjut beliau mengtakan bahwa tingkat pencapaian ini tidaklah sama, artinya, tinggi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaian tergantung pada  fungsi dan tujuan masing-masing tes. (Suharsimi, 2005: 47)

 

(1)   Tes Diagnostik

Tes Diagnostik ini bermacam-macam, oleh karena itu tingkat pencapaiannya juga tidak sama. Te diagnostic yang sifatnya memonitor kemajuan, maka tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya. Oleh karena itu tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostic tersebut. Kemudian tes prasyarat, tes ini sifatnya khusus, yang memiliki fungsi untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat  untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya.

 

(2)   Tes Formatif

Tes ini, jika ditinjau dari segi tujuan, maka fungsinya adalah digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus. dalam system pendidikan lama, belum ada tuntutan terhadap pencapaian TIK namun pada tahun 1975, dengan keluarnya kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah 75%. Oleh karena itu, siswa yang belum mencapai skor tersebut diwajibkan untuk menempuh kegiatan perbaikan yang sering disebut renudial program sampai siswa yang bersangkutan lulus dalam tes yang berarti telah mencapai skor 75%. (Suharsimi, 2005: 48).

 

(3)   Tes Sumatif

Fungsi tes sumatif adalah memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dan kelompoknya. Oleh karena itu, tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa tersebut. Namun tidak berarti tes sumatif tidak penting. Perlu diingat bahwa te sumatif ini dilakukan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut naik kelas atau lulus. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya, namun secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu, yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.

 

9. Ditinjau dari cara Pencatatan Hasil

(a)    Tes Diagnostik

Jika ditinjau dari cara pencatatan hasil, maka tes diagnostik hasilnya dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil.

(b)   Tes Formatif

Sedangkan tes formatif cara pencatatannya yaitu prestasi setiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.

(c)    Tes Sumatif

Tes sumatif jika ditinjau dari dari cara pencatatan hasil, maka pencatatannya keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.

 

 

 

 

 

 

 

BAB III


KESIMPULAN


Dari pembahasan di  atas maka dapat di simpulkan :

  1. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka dari itu seorang pengajar/ Guru haruslah mengetahui prinsip-prinsip dalam evaluasi Sehingga dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik.

  2. Evalusi yang di lakukan dengan non test yaitu melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan tes berarti penilaian dengan menggunakan test .

  3. Evaluasi yang dilakukan di sekolah, Khususnya di suatu kelas yang salah satunya adalah untuk mengukur siswa. Dilihat dari segi kegunaan mengukur siswa maka di bedakan menjadi 3 macam tes, Yaitu :


a)      Tes Diagnostik (Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa)

b)      Tes Formatif (Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh)

c)      Tes Sumatif (Ulangan Harian/semester)

  1. Evaluasi diarahkan pada komponen-komponen sistem pembelajaran, yang meliputi input, proses, dan output.

  2. Karakteristik siswa yang dievaluasi dalam ruang lingkup kegiatan belajar mengajar adalah dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka


 


Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21 September 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar