Kamis, 17 November 2011

EPISTEMOLOGI (FILSAFAT PENGETAHUAN)

 

A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI

Epistemology berasal dari kata yunani episteme dan logos. Episteme : pengetahuan atau kebenaran,  dan logos : pikiran, kata atau teori. Epistemology secara etimologi (sebab-sebab) berarti teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan atau theory of knowledge.

Filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan masalah hakikat pengetahuan. Maksud dari filsafat pengetahuan adalah ilmu pengetahuan kefilsafatan yang secara khusus hendak memperoleh pengetahuan tentang hakikat pengetahuan.

Epistemologi adalah bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode dan keshahihan pengetahuan. Jadi objek material epistemology adalah pengetahuan dan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Jadi sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan dan asal-usul pengetahuan.

B. ARTI PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah suatu istilah yg digunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang  sesuatu. Sesuatu yang menjadi pengetahuanya adalah yang terdiri dari unsur yang mengetahui dan yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahuinya. Maka pengetahuan selalu menuntut adanya subyek yang mempunyai kesadaran untuk ingin mengetahui tentang sesuatu dan objek sebagai hal yang ingin diketahuinya. Jadi pengetahuan adalah hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.

Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak bisa eksis. Jadi keterkaitan antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Menurut Bahm (Rizal Mustansyir dkk, 2001).

 

  1. Mengamati (observes)


Pikiran berperan dalam mengamati obyek-obyek.

  1. Menyelidiki (inquires)


Dalam penyelidikan minatlah yang membimbing seseorang secara alamiah untuk terlibat kedalam pemahaman pada obyek-obyek

  1. Percaya (believes)


Sikap menerima sesuatu yang menampak sebagai pengertian yang memadai setelah keraguan, dinamakan keperyaan.

  1. Hasrat (desires)


Hasrat muncul dari kebutuhan jasmani (nahfsu makan, minum, istirahat, tidur) hasrat diri (keinginan pada obyek, kesenangan).

  1. Maksud (intends)


Kendatipun memiliki maksud ketika akan mengopservasi, menyelidiki, mempercayai, dan berhasrat.

  1. Mengatur (organizes)


Setiap pikiran adalah suatu organism yang teratur dalam diri seseorang.

  1. Menyesuaikan (adaps)


Menyesuaikan pikiran sekaligus melakukan pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan.

  1. menikmati  (enjoys)


pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan.

 

C. TERJADINYA PENGETAHUAN

Masalah terjadinya pengetahuan adl masalah yang amat penting

Alat untuk mengetahui pengetahuan ada 6 yaitu :

  1. Pengalaman indra (sense experience)


Pengalaman indra merupakan sumber pengetahuan yang berupa alat-alat untuk menangkap obyek dari luar diri manusia melalui kekuatan indra.

  1. Nalar (reason)


Salah satu corak berfikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapat pengetahuan baru.

  1. Otoritas (authority)


Kekuasaan yang syah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya.

  1. Intuisi (intuition)


Kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan dengan tanpa suatu rangsangan untuk membuat peryataan yang berupa pengetahuan.

  1. Wahyu (revelation)


Wahyu merupakan salah satu sumber pengetahuan karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

  1. Keyakinan (faith)


Kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan.

 

 

 

D. JENIS-JENIS PENGETAHUAN               

Menurut Soejono Soemargono (1983), ada 2 jenis pengetahuan, antara lain :

  1. pengetahuan non-ilmiah


Segenap hasil pemahaman manusia atas atau mengenai obyek tertentu yang terdapat pada kehidupan sehari-hari

  1. pengetahuan ilmiah


Senenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan mengunakan metode ilmiah.

Menurut Plato dan Aristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut tingkatan-tingkatan pengetahuan berdasarkan karakteristik objeknya, yaitu :

  1. Pengetahuan khayaan (eikasia)


Pengetahuan yang obyeknya berupa bayangan atau gambaran.

  1. Pengetahuan pistis (pistis)


Pengetahuan mengenai hal-hal yang tampak dalam dunia kenyataan atau hal-hal yang dapat diindrai secara langsung.

  1. Pengetahuan matematik (dianoya)


Tingkatan yang ada di dalamnya sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau obyek yang tampak, tetapi juga terletak pada bagaimna cara berfikirnya.

  1. Pengetahuan filsafat (noesis)


Berfikir tanpa mengunakan pertolongan gambar, diagram melainkan dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak.

 

 

E. ASAL-USUL PENGETAHUAN

Asal-usul pengetahuan  termasuk hal yang sangat penting dalam epistemology. Untuk mendapatkan bagaimana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-aliran dalam pengetahuan dan bisa dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana diberfikir ilmiah.

  1. Aliran-aliran dalam pengetahuan


Dari mana pengetahuan itu berasal dan apa yg diyakini sebagai kebeneran bisa dilihat dari aliran dalam pengetahuan.  Dari aliran ini tampak jelas bagaimana pengatahuan itu berasal. Aliran itu yakni :

  1. Rasionalisme


Sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah rasio (akal).

  1. Empirisme


Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, baik pengalaman batiniah maupun yang lahiriah.

  1. Kritisme


Paham yang mengutamakan kegiatan non-taklid buta terhadap segala hal.

  1. Positivisme


Segala ilmu pengetahuan adalah mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan.

  1. Metode ilmiah

    1. Metode ilmiah yg bersifat umum dibagi dua, yaitu metode analitiko-sintesis dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis dan metode sintesis. Metodenon-deduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan induksi.

    2. Metode penyelidikan ilmiah




Metode ini terbagi menjadi dua, yaitu metode penyelidikan yang berbentuk daur atau metode siklus empiris dan metode vertical atau yang berbentuk garis lempeng atau metode linier.

  1. Sarana berfikir ilmiah

    1. Bahasa ilmiah




a)      Penggolongan bahasa

Dalam penelaahan bahasa pada umumnya dibedakan antara bahasa alami dan bahasa buatan.

1)      Bahasa alami

Bahasa alami ialah bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk menyatakan sesuatu, yang tumbuh atas dasar pengaruh alam sekelilingnya.Bahasa alami dibedakan atas dua macam, yakni bahasa isyarat dan bahasa biasa.

2)      Bahasa buatan

Bahasa buatan ialah bahasa yang disusun sedemikian rupa berdasarkan  pertimbangan akal pikiran untuk maksud tertentu.

b)      Fungsi bahasa

Aliran filsafat bahasa dan psikolinguistik melihat fungsi bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi, sedangkan aliran sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah sarana untuk perubahan masyarakat.

Secara umum bahasa memiliki tiga fungsi pokok, yaitu fungsi ekspresif atau emotif, fungsi afektif atau praktis, dan fungsi sibolik dan logik.

 

  1. Logika dan Matematika.


Logika dan matematika merupakan dua pengetahuan yang selalu berhubungan erat, yang keduanya sebagai sarana berfikir deduktif. Bahasa  yang digunakan adalah bahasa artificial, yakni murni bahasa buatan. Matematika dan logika sebagai sarana berfikir deduktif mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Logika lebih sederhana penalaraanya, sedangkan matematika sudah jauh lebih terperinci.

  1. Logika dan statistika


Secara etimologi kata statistic berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti  dengan kata state (bahasa inggris), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan Negara.

Ditinjau dari segi terminology, statistic mengandung berbagai macam pengertian (Amsal Bakhtiar, 2004) yaitu sebagai berikut:

a)      Istilah statistic kadang diberi pengertian sebagai data ststistik.

b)      Sebagai kegiatan statistic atau kegiatan persstatistikan.

c)      Dapat juga diartikan sebagai metode statistic.

d)     Istilah statistic dewasa ini dapat diberi pengertian sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembanngkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistic.

Logika dan statistic mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif untuk mencari konsep yang berlaku umum. Penalaran induktif dalam bidang ilmiah yang bertitik tolak pada sejumlah hal khusus untuk sampai pada suatu rumusan umum sebagai hukum ilmiah, maka secara berurutan  sebagai proses penalaran dapatlah disusun sebagai berikut: observasi dan eksperimen, hipotesis ilmiah, vertifikasi dan pengukuhan,teori dan hukum ilmiah.

Jadi, peran statistic dalam kegiatan penelitian ilmiah(dalam Hartono Kasmadi,dkk)dapat dikemukakan sebagai berikut:

1)      Memungkinkan pencatatan data penelitian dengan eksak.

2)      Memandu peneliti untuk menganut tata pikir dan tata kerja yang definitif dan eksak.

3)      Menyajikan cara-cara meringkas data ke dalam bentuk yang bermakna lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya.

4)      Memberikan dasar - dasar untuk menarik kesimpulan melalui proses yang mengikuti tata cara yang diterima oleh ilmu.

5)      Memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi yang telah diketahui.

6)      Memungkinkan peneliti menganalisis, menguraikan sebab akibat yang kompleks dan rumit, andai kata tanpa statistic hal itu merupakan peristiwa  yang mmbingungkan dan bakal tidak dapat diuraikan.

 

F. Pembagian Epistemologi Ilmu Pendidikan.

Pada Umumnya Epistemologi Ilmu Pendidikan terdiri atas 2 pembahasan yaitu : Objek Formal Ilmu Pendidikan dan Objek Material Ilmu Pendidikan.

Pembahasan selanjutnya akan membahas tentang kedua hal tersebut, antara lain :

  1. Objek Formal Ilmu Pendidikan


Objek Formal Ilmu Pendidikan membahas tentang pendidikan, yang dapat diartikan secara maha luas, sempit, dan luas terbatas. Berikut akan disampaikan perbandingan ketiganya.














































Tertuim Komparasionis



Maha Luas



Sempit



Luas Terbatas


DefinisiPendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang.Pendidikan adalah persekolahan. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal.Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau pelatihan yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan secara tepat dalam berbagai lingkungan hidup.
TujuanTujuan pendidikan terkandung dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar. Tujuan pendidikan adalah pertumbuhan. Tujuan pendidikan tidaklah terbatas. Tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup.Tujuan pendidikan ditentukan oleh pihak luar. Tujuan pendidikan terbatas pada pengembangan kemampuan – kemampuan tertentu. Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat hidup di masyarakat.Tujuan pendidikan merupakan perpaduan antara perkembangan pribadi secara optimal dan tujuan sosial dapat memainkan peranan sosial secara tepat.
Tempat PendidikanPendidikan berlangsung dalam segala bentuk lingkungan hidup, baik khusus diciptakan untuk kepentingan pendidikan maupun lingkungan yang ada dengan sendirinya.Pendidikan berlangsung dalam lembaga formal berupa sekolah dengan segala bentuknya.Pendidikan berlangsung dalam sebagian lingkungan hidup.  Pendidikan tidak berlangsung dalam lingkungan hidup yang terselenggara dengan sendirinya. Pendidikan berlangsung di luar sekolah dan satuan pendidikan di luar lainnya.
Bentuk Kegiatan PendidikanPendidikan terentang dari kegiatan yang mistis atau tidak sengaja sampai dengan kegiatan pendidikan yang terprogam. Pendidikan berbentuk segala macam pengalaman belajar dalam hidup.Isi pendidikan tersusun secara terprogram dalam bentuk kurikulum. Kegiatan pendidikan lebih terorientasi pada guru. Guru mempunyai peranan yang sentral dan menentukan.Kegiatan dapat berupa pendidikan secara formal dan non-formal.
Masa PendidikanPendidikan berlangsung seumur hidup setiap saat selama ada pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan.Pendidikan berlangsung dalam waktu terbatas.Berlangsung seumur hidup namun terbatas pada usaha sadar.
PendukungKaum Humanis dan Kaum Moderat.Kaum BehaviorisKaum Realisme Kritis.

 

  1. Objek Material Ilmu Pendidikan.


Terdiri atas dua pembahasan yaitu tentang pendidikan sebagai sebuah sistem dan pendidikan seumur hidup.

  1. Pendidikan sebagai Sebuah Sistem


Pembahsan tentang pendidikan sebagai sebuah sistem sudah sepatutnya diawali dengan kegiatan pendidikan. Kegiatan pendidikan adalah kegiatan yang menjembatani antara kondisi-kondisi aktual dengan kondisi-kondisi ideal. Kegiatan pendidikan berlangsung dalam satuan waktu tertentu dan berbentuk dalam berbagai proses pendidikan, yang merupakan serangkaian kegiatan atau langkah-langkah yang digunakan untuk mengubah kondisi awal peserta didik sebagai masukan, menjadi kondisi-kondisi ideal sebagai hasilnya. Berawal dari segala kegiatan pendidikan itulah akan melahirkan sebuah sistem pendidikan yang mengatur segala proses pendidikan berada dalam lingkup formal dan tersistematis.

  1. Pendidikan Seumur Hidup


Dave dalam Lifelong Education and School Curriculum (1973) mencoba menggambarkan kerangka – kerja teoritis dan operasional pendidikan seumur hidup dalam empat tahap, yaitu deskripsi komponen-komponen hidup, deskripsi aspek-aspek dalam perjalanan sepanjang hidup, deskripsi pendidikan dan deskripsi sebuah sistem operasional pendidikan seumur hidup.

Hidup (life) mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan satu dengan lainnya, yaitu individu, masyarakat dan lingkungan fisik.

Perjalanan manusia seumur hidup (lifelong) mengandung perkembangan dan perubahan yang mencakup tiga komponen yaitu tahap

1. Perkembangan individu (masa balita, masa kanak-kanak, masa sekolah, masa remaja, dan masa dewasa.

2. Peranan-peranan sosial yang umum dan unik dalam kehidupan yang berbeda-beda di setiap lingkungan hidup.

3. Aspek-aspek perkembangan kepribadian (fisik, mental, sosial dan emosional).

 

Sebuah sistem operasional pendidikan seumur hidup mencakup komponen-komponen :

  1. Tujuan-tujuan pendidikan seumur hidup

  2. Asumsi-asumsi yang mendasari pendidikan seumur hidup

  3. Prinsip-prinsip pembimbing untuk pengembangan sistem pendidikan seumur hidup

  4. Bentuk-bentuk belajar, yang terdiri atas pendidikan umum yang berlangsung formal dan non-formal dan pendidikan profesional yang formal dan non-formal.


Perpaduan antara empat komponen tersebut membentuk sebuah sistem-sistem belajar di rumah, sekolah, dan masyarakat. Sistem belajar ini terbentuk dari dua komponen yaitu menajemen pendidikan dan teknologi pendidikan yang mempunyai hubungan fungsional.

Hal –hal di atas menjadi sebuah indikasi yang nyata bahwasanya pendidikan seumur hidup selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia serta sesuai dengan jenjang pendidikan yang sudah berjalan alami dan sistematis.

 

G. Kesimpulan

Dari berbagai hal yang sudah kami sampaikan dapat ditarik kesimpulan bahwasanya dalam belajar Filsafat Pendidikan ada satu komponen atau cabang penting yang patut untuk dipelajari yaitu Epistemologi pendidikan. Pada dasarnya epistemologi lebih mendalami kajian teoritis tentang makna dan esensi dari pengetahuan. Lalu mengapa kita harus belajar cabang filsafat yang satu ini ? jawabannya adalah karena dengan mengetahui hakikat, makna, dan esensi dari pengetahuan itu sendiri kita dapat mengambil sebuah pernyataan yang sebelumnya tersirat menjadi output proses berupa pernyataan tersurat. Kesemuanya itu bermula dari berfikir radikal, bermula dari rasa keingintahuan yang menggebu-gebu kemudian menyertakan logika sebagai alat yang fundamental dan pada akhirnya menghasilkan pemikiran-pemikiran yang filosofis dan mendalam tentang hakikat pengetahuan.

Demikian sekelumit tugas yang bisa kami persembahkan. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA


 


Mudyahardjo, Redja. 2002.cet.2.Filsafat Ilmu Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya : Bandung. 2004.cet.3.Filsafat Ilmu Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya : Bandung

Saduloh , Uyoh. 2009. Filsafat Pendidikan. Alfabeta : Bandung

 

 

 

PERBEDAAN POTENSI PESERTA DIDIK

 

disusun oleh:


Ahmad Dahlan Mukhtar 20090720005


Aisyah suryani 20090720011


Wiwin sundari 20090720015


Muh. Ariyandi 20090720037


Esti wahyuni 20090720039


 


FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2010/2011


PERBEDAAN INDIVIDU DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN

A. Latar Belakang

Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.

Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual.Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.Seorang ibu yang memiliki seorang bayi, bertutur bahwa bayinya banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat minum. Ibu lain yang juga memiliki seorang bayi, menceritakan bahwa bayinya pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita kedua ibu itu telah menunjukkan bahwa kedua bayi itu memiliki ciri dan sifat yang berbeda satu sama lainnya.

Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-­siswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah kelas, tidak terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi pada kenyata­annya jika diamati benar-benar antara keduanya tentu terdapat per­bedaan. Perbedaan yang segera dapat dikenal oleh seorang guru tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk badan, wurna kulit, bentuk muka, dan semacamnya.Dari fisiknya seorang guru cepat mengenal siswa di kelasnya satu per satu. Ciri lain yang segera dapat dikenal adalah tingkah laku masing-masing siswa, begitu pula suara mereka. Ada siswa yang lincah, banyak gerak, pendiam, dam sebagainya. Ada siswa yag nada suaranya kecil dan ada yang besar atau rendah, ada yang berbicara cepat dan ada pula yang pelan­pelan. Apabila ditelusuri secara cermat siswa yang satu dengan yang lain memiliki sifat psikis yang berbeda-beda.

Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu, sebelum dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian sekolah, adalah menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan ia diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara teratur dalam tugas­tugas sekolahnya dilihat dalam kaitannya dengan faktor umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak diharapkan mampu menangkap/ mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan materi dan penyajiannya bagi semua siswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang jelas tampak pada siswa uptuk menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan pengertian faktor-faktor seperti kemalasan atau sikap keras kepala.Penjelasan itu tidak mendasarkar, kenyataan bahwa para siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka untuk menguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam satu tingkat perkembangan.

Telah disadari bahwa perbedaan-perbedaaan antara satu dengan lainnya dan juga kesamaan-kesamaan di antara mereka merupakan ciri-ciri dari semua pelajaran pada suatu tingkatan belajar.Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat tujuan pendidikan, isi dan teknik-teknik pendidikan ditetapkan, hendaknya disesuaikan dengan perbedaan-perbedaan tersebut, tampaknya hal ini telah mendapat banyak perhatian dari para ahli ilmu jiwa dan petugas sekolah.

Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf inteligensinya semakin baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya .Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).

Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang.Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah. Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah.Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).

B. Tujuan

     Untuk nemenuhi tugas kelompok matakuliah Psikologi Perkembangan peserta didik

C. Batasan Materi

  1. Intelegensia

  2. Sosial Ekonomi

  3. Budaya

  4. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan

  5. Prinsip-prinsip Perkembangan


 

 

 

 

 

 

 

D. Pembahasan

  I. Intelegensia

a)      Pengertian Inteligensi

Inteligensi adalah suatu istilah yang popular. Hampir semua orang sudah mengenal istilah tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar seorang mengatakan si A tergolong pandai atau cerdas ( inteligen ) dan si B tergolong bodoh atau kurang cerdas ( tidak inteligen ). Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero yaitu kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari seseorang.Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “ inteligensia “. Sedangkan kata “ inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Untuk memperjelas pengertian inteligensi, maka penulis memaparkan beberapa  definisi  inteligensi  yang  di kemukakan  oleh  beberapa  ahli phisikologi maupun pendidik diantaranya :

Menurut para ilmuwan, dewasa ini manusia  menggunakan 10 persen dari kemampuan otaknya. Dari 10 persen itu sebagian besar hanya mengoptimalkan belahan otak kiri (Stanford Research Institute).Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Usia remaja juga dapat memberdayakan otak secara optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara kerja otak tersebut. (Sidiarto L. 2008)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan  mengenai kecerdasan otak, diketahui bahwa kecerdasan otak yang bersumber di sistem limbik justru memberikan kontribusi jauh lebih besar dibandingkan dengan kecerdasan yang bersumber dari neokorteks. Terdapat dua kecerdasan yang bersumber selain dari neo kortex yaitu  pada   emosional di sistem limbik dan  spiritual di God spot (temporal).  Kontribusi kecerdasan emosional  dan  spiritual terhadap keberhasilan karir atau hidup seseorang diperkirakan  sekitar 80 %, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari kecerdasan rasional.  Dari 80 % kontribusi tersebut ternyata spiritual  mendominasi sekitar 60 % dan sisanya merupakan kontribusi emosional .

Potensi kecerdasan sebagai inti Inteligensi merupakan pusat kreativitas dan inovasi yang dihasilkan oleh suatu fungsi organ otak pada manusia (Cattel,1971 dalam Pasiak 2008). atau manusia dapat beraktifitas bermanfaat yang merupakan kegiatan kreatif dan inovatif berdasar derajat inteligensi yang dimotori oleh otak yang sehat.

Dengan demikian untuk mengatasi segala tantangan dan perubahan yang terjadi. Oleh karena itu harus  cerdas dan juga  mampu menggunakan semua kecerdasan otak yaitu intelektual, emosional dan spiritual.

Beberapa Pengertian Intelegensi menurut Para Ahli dalam Dalyono. 2007)

  1. Super dan Cites mengemukakan” Intelegence has frequently been difined as the ability to adjust to the environment or to learning from experience” (Super & Cites, 1962: 83) Intelegnsi sebgai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dati pengalaman. Dimana manusia hidup dan berinteraksi didalam lingkungannya yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

  2. Garrett (1946: 372) mengemukakan “ Intelegence includes at least the abilities demanded in the solution of problems which requer the comprehension and use of symbols” (intelegensi itu setidak-tidaknya mencakup kemampuan kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta mengunakan symbol-simbol. Karena manusia hidup senantiasa menghadapi permasalahan, setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia manusia memperoleh keseimbangan (homeostasis) dalam hidup.

  3. Bischor, 1954 mengemukakan “ Intelegence is the ability to solve problems of all kinds” Intelegensi ialah kemampuan untuk memecahkan segala jenis masalah. Defenisi intelegensi yang dikemukakan bischor ini memuat perbedaan dengan defenisi menurut gareet yaitu intelegensi dalam asti khusus sementara bischor dalam artian yang lebih luwes namun bersifat operasional dan fungsional bagi kehidupan manusia.

  4. Haidentich 1970 mengemukakan” intelegence refers to ability to learn and to utilize what has been learned in adjusting to unfamiliar situation, or in the solving of problems” Intelegensi menyangkut  kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan  masalah-masalah. Dimana manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan hal ini memerlukan kemampuan individu untuk belajar menyesuaikan diri serta memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.


Menurut Purwanto, N.(1998) “dalam mendidik dan mengajar, pendidik tidak cukup hanya menyisihkan pengetahuan-pengetahuan atau tanggapan-tanggapan yang banyak ke dalam otak anak-anak” .Pendapat ini mempertegas bahwa anak harus diajar berpikir dengan baik, supaya anak tersebut dapat berpikir dengan baik pula, dan kita perlu memberikan :

  1. Pengetahuan siap (parate kennis), yaitu pengetahuan pasti yang sewaktu-waktu siap untuk dapat dipergunakan, seperti : hafal tentang huruf abjad, perkalian dsb.

  2.  Pengetahuan yang berisi, yang mengandung arti (tidak verbalistis) dan yang benar-benar   dimengerti oleh anak-anak.

  3. Melatih kecakapan membentuk skema, yang memungkinkan berpikir secara teratur dan skematis.

  4. Soal-soal yang mendorong anak untuk berpikir, dalam hal ini faktor motivasi memegang peranan yang penting.


Williem Sterm, “inteligensi ialah suatu kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat berpikir yang sesuai dengan tujuannya, dan inteligensi tersebut sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan” Berdasar pendapat tersebut pendidikan dan lingkungan tidaklah begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang.

 

Sedangkan menurut Jean Piaget, “intelligence atau inteligensi diartikan sama dengan kecerdasan, yaitu seluruh kemampuan berpikir dan bertindak secara adaptif, termasuk kemampuan mental yang kompleks seperti berpikir, mempertimbangkan, menganalisis, mensiotesis, mengevaluasi dan menyelesaikan persoalan-persoalan”11.

Pendapat ini mempertegas bahwa inteligensi adalah seluruh kemungkinan koordinasi yang memberi struktur kepada tingkah laku suatu organisme sebagai adaptasi mental terhadap situasi baru. Dalam arti sempit inteligensi sering kali diartikan sebagai inteligensi perasional, termasuk pula di dalamnya tahapan-tahapan yang sejak dari periode sensorimotoris sampai dengan operasional formal. (Suryabrata S. 2010)

Menurut pendapat Munandar U. (1999) “bahwa inteligensi meliputi terutama kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah, penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan suatu keputusan dan  keseimbangan serta integritas intelektual secara umum”

Wechler, “merumuskan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.

Dari pendapat ini bahwa hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain :

  1. Bertambahnya informasi yang disimpan (di dalam otak) seseorang sehingga ia mampu berpikir reflektif.

  2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan untuk memecahkan suatu masalah, sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.

  3. Adanya kebebasan berpikir menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan menunjang keberanian anak dalam memecahkan suatu masalah dan menarik kesimpulan yang baru dan benar.


 

Menurut dasar-dasar teori Piaget, “ perkembangan inteligensi yaitu :

  1. Fungsi inteligensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis.

  2. Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur inteligensi baru, sehingga pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif”


Sedangkan Semiawan C., (1977) mengatakan, “Kemampuan menghablurkan mencakup kemampuan berpikir verbal dan berpikir kuantitatif, sedangkan kemampuan menganalisis perubahan mencakup berpikir abstrak dan berpikir verbal” Menurut Bobbi Deporter dan Mike Henachi, “semua kecerdasan yang tinggi, termasuk intuisi ada dalam otak sejak lahir, dan selama lebih dari tujuh tahun pertama kehidupan, kecerdasan ini dapat disingkapkan jika dirawat dengan baik”.

Pendapat ini mempertegas agar supaya kecerdasan-kecerdasan ini terawat secara baik, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain yaitu :

  1. Struktur syaraf bagian bawah harus cukup berkembang agar energi dapat mengalir ke tingkat yang lebih tinggi.

  2. Anak harus merasa aman secara fisik dan emosional.

  3. Harus ada model


b) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi Seseorang

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan intelegensi  seseorang dengan yang lain ialah:

  1. Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri yang dibawah sejak lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama ditentukan oleh pembawaan kita.Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh. Sekalipun menerima latihan dan pelajaran yang  sama, perbedaan-perbedaan itu masih tetap ada.

  2. Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika telah mencapai kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar baginya.Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk mengenai soalitu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.

  3. Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar)

  4. Minat dan pembawaan yang khas, Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan – dorongan(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik

  5. Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa  minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam pembentukan intelegensi. (Dalyono, 2007.)


II. Sosial  Ekonomi

Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Holistik (Humanisme)

Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-jenis kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu:

  1. kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan papan

  2. kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual

  3. kebutuhan kasih sayang atau penerimaan

  4. kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status

  5. kebutuhan aktualisasi diri.


Sementara itu, Stranger (Makmun, 2003) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:

  1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi.

  2. Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.

  3. Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan.

  4. Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.


Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme perilaku itu akan dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga membentuk suatu siklus.

Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah pada tujuan tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai tujuan tersebut.Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri (homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatnya berani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun, jika akal sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, maka dia akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment).

Bentuk perilaku salah (maldjustment), diantaranya : Agresi marah, kecemasan tak berdaya, regresi (kemunduran perilaku), fiksasi, represi (menekan perasaan), rasionalisasi (mencari alasan), proyeksi (melemparkan kesalahan kepada lingkungan), sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang sejenis), kompensasi (menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bidang lain), berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai tujuan yang didambakannya).

Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan perilaku salah-suai.Sekaligus juga dapat memberikan bimbingan untuk mengatasinya apabila peserta didik mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.

III. Budaya

Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin , 2002).

Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya.

Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik.Hasil perolehan tersebut berguna untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.

Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian.Para pakar antropologi, menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidakbidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif.Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi sejenis penjara yang memasung kreativitas peserta didik.

Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu generasi.Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.

Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari kaum behavioris dan psikoanalisis Para ahli psikologi behaviorisme melihat perilaku manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan dari sekitarnya.

Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan di mana pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.

  1. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.

  2. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.

  3. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.

  4.  Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar. Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas.


IV. Konsep Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan

Pandangan Khaldun tentang penduidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis empiris.Melelui pendekatan ini, memberikan arah terhadap visi tujuan pendidikan Islam secara ideal atau praktis. Meski ia tidak mengkhususkan sebuah bab atau pembahasan mengenai tujuan pendidikan, namun dari uraiannya dapat memeberikan kesimpulan terhadap arah dan tujuan pendidikan yang diinginkannya. Menurutnya paling tidak ada 3 (tiga) tingkatanan tujuan pyang hendakdicapaindalamprosespendidikan,yaitu:

  1. Pengembangan kemahiran (al-malakah atau sekill) dalam bidang tertentu. Orang awam bisa memililki pemahaman yang sama tentang suatu persoalan dengan seorang ilmuwan. Akan tetapi, potensi al-malakah tidak bisa dimiliki oleh setiap orang, kecuali setelah ia benar-baner memahami dan mendalami satu disiplin tertentu. Dalam hal ini, para pakar (ilmuwan khususnya) yang memiliki al-malakah secara sempurna.Sementara untuk sampai pada tahap ini, diperlukan pendidikan yang sistematis dan mendalam.

  2. Penguasaan ketrampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman ( link and match). Dalam hal ini, pendidikan hendaknya ditunjukkan untuk memperoleh ketrampilan yang tinggi dari profesi tertentu. Pendekatan ini akan menunjang kemajuan dan kontinuitas sebuah kebudayaan, serta peradaban umat manusia dimuka bumi. Pendidikan yang meletakkan ketrampilan sebagai salah satu tujuannya yang hendak dicapai, dapat diartikan sebagai upaya mepertahankan dan memajukanperadabansecarakeseluruhan.

  3. Pembinaan pemikiran yang baik. Kemampuan berfikir merupakan garis pembeda antara manusia dengan binatang. Oleh karena itu pendidikan hendaknya diformat dan dilaksanakan denmgan terlebih dahulu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan potensi-potensi psikologis peserta didik melalui pengembangan akal, akan dapat membimbing peserta didik untuk menciptakan hubungan kerjasama sosial dengan kehidupannya guna mewujudkan kesejahteraan hidupnya didunia dan diakhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka keberadaan pendidikan merupakan bagian integral dari konstruksi sebuah peradaban.proses ini merupakan upaya mulia karena berhubungan dengan penyebaran ilmu pengetahuan. Upaya tersebut merupakan salah satu tugas manusia sebagai kalifah fil-ardh.


Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologi peserta didik, pengetahuan ini akan sangat membantu umtuk mengenal setiap individu peserta didik dalam mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidikhendaknyamengetahuikemampuanandayaserappesertadidik.
Kemampuan ini akan bermanfaat bagi penetapan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudahdalamcakupanmateripendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Dalam hal ini Ibnu khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,yaitu:

  1. Prinsip pembiasaan.

  2. Prinsip tadrij (berangsur-angsur)

  3. Prinsip pengenalan umum(generalistik)

  4. Prinsip kontinuitas

  5. Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.

  6. Menghindari kekerasan dalam mengajar.


Sementara pemikiran Khaldun tentang kurikulum pendidikan dapat dilihat dari konsep epistimologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat Islam dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu; ilmu pengetahuan syari’iyyah dan lmu pengetahuan filosofis.Ilmu pengetahauan asyar’iyyah berkenaan dengan hukum dan ajaran-ajaran Islam. Ilmu ini diantarannya adalah tentang al-quran, hadis , prinsip-prinsip syariah, fiqih, teologi, dan sufisme. Sementara itu ilmu pengetahuan filosofis meliputi; logika, ilmu pengetahuan alam (Fisika), metafisika, dan matematika.Ilmu pengetahuan filosofis juga sering disebut sains ilmiah.Hal ini dibabkan karena dengan potensi akalnya, setiap orang memiliki kemampuan untukmenguasainyadenganbaik.
Ilmu pengetahuan syari’iyyah dan filosofis merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) dan saling berinteraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarkannya .Konsep ini kemudian merupakan pilar dalam merekonstruksi kurikulum pendidikan Islam yang ideal. Yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik yang memmiliki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia

V.Prinsip-Prinsip Perkembangan

Diantara prinsip-prinsip dalam perkembangan salah satu nya adalah: Perbedaan individu (individual difference), makasudnya adalah proses perkembangan setiap individu memilikimsifat dan karakteristik nya sendiri,berbeda satu dengan yang lain.Baik menyangkut kecepatan atau kelambatan nya,ada individu yang lebih cepat pada tahapan tertentu,akan tetapi lebih lambat pada tahapan atau aspek yang lain konsekuensi nya adalah tidak ada dua individuyangsamamesipunlahirkembar.
 

 

 

 

Referensi:

Dalyono. M. 2007. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta Jakarta.

Depoter, Bobbi & Mike Hernachi 1999, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung

Hartono S., 1999. Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta,  Jakarta

Makmun.S.A. 2003.Psikologi Pendidikan. Rosda Karya Remaja. Bandung

Purwanto, N. 1998.Psikologi Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung

Semiawan C, 1977. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Grasindo  Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

EVALUASI MUTU HASIL BELAJAR PRINSIP DAN ALAT EVALUASI

 

Dosen Pengampu: Dr. Arif Budi Raharjo, M.Si.


Disusun Oleh:


Muflikh Najib                    20090720014

Ratna Sari                         20090720002

Neni Nur Anisah                20090720017

Novan Agfalla                   20090720003

Akhid Nur Rohman            20090720016

Wiwin Sundari                   20090720015

Hikmah                              20080720040

Ahmad Dahlan M.             20090720005

 

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2011


 


BAB I


Pendahuluan


Kegiatan yang dilakukan dalam lingkungan sekolah pada umumnya adalah proses belajar mengajar. Yang di sana terdapat guru sebagai pengajar dan murid sebagai siswa yang diajar. Pada umumnya suatu proses belajar mengajar (selanjutnya disebut proses pendidikan) dapat diketahui berhasil atau tidaknya dengan suatu cara tertentu. Cara ini biasa disebut sebagai evaluasi belajar, dan pada umumnya berupa ujian yang diberikan kepada para siswa.

Namun disamping itu evaluasi belajar juga haruslah dibuat secara baik dan profesional. Dalam hal ini soal ujian yang telah diberikan harus dianalisa sehingga terlihat seberapa baik proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Dalam hal ini evaluasi hasil belajarlah yang berperan aktif untuk mengetahui itu semua. Perlu diketahui bahwa evaluasi hasil belajar juga memiliki manfaat yang sangat luas, akan tetapi dalam pembahasan kelompok ini hanya akan menggambarkan beberapa point penting saja.

Sebagai para pengajar haruslah mengetahui apakah prinsip-prinsip dalam evaluasi. Sehingga dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan dapat dijadikan pijakan untuk proses belajar selanjutnya. Dengan demikian proses belajar akan selalu dinamis dan dapat berkembang menuju lebih baik. Selain prinsip evaluasi sebagaipengajar perlu juga mengetahui alat-alat untuk dijadikan sebagai alat evaluasi.

Sehingga terbentuklah suatu kegiatan evaluasi yang baik, yang berguna karena keasliaanya dengan tersiratnya prinsip-prinsip evaluasi tersebut. Dan dengan hasil eavaluasi ini maka dapat dirumuskan langkah-langkah selanjutnya untuk mengambil kebijakan-kebijakan dalam proses pendidikan yang ada. Dengan demikian terlihatlah bahwa evaluasi yang baik dan benar sangatlah mempengaruhi proses pendidikan selanjutnya.

Evaluasi berasal dari kata evaluation dalam bahasa indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang berarti nilai. Dan jika diartikan secara istilah yaitu istilah evaluasi menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.(Sudijono, 2011 : 1)

Secara umum suatu proses evaluasi dalam pendidikan dapat dikatakan terlaksana secara baik apabila memegang pada prinsip-prinsip dalam melakukan evaluasi, antara lain :

  1. Berprinsip keseluruhan


Dalam evaluasi seharusnya evaluasi tersebut dilaksanakan secara keseluruhan yaitu menyeluruh kesemua bagian. Sehingga evaluasi dapat dikatakan baik karena semua pihak yang dievaluasi dapat melaksanakannya semua.  Dengan kata lain evaluasi hasil belajar harus dapat mencangkup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan tingkah laku yang terjadi pada peserta didik. Dengan demikian evaluasi hasil belajar dapat mengungkap aspek proses berpikir, bersikap, dan bertindak.

Dari hasil evaluasi belajar yang dilakukan secara menyeluruh maka akan didapat hasil hasil secara menyeluruh pula. Yang dengannya menjadi bahan-bahan dan informasi yang lengkap menganai keadaan dan perkembangan subjek didik yang sedang dijadikan sasaran evaluasi.

  1. Berprinsip kesinambungan


Prinsip ini biasanya dikenal dengan prinsip kontinuitas, yang dimaksudkan di sini adalah sebagai suatu evaluasi dapat dikatakan menjadi baik jika evaluasi itu dilakukan secara sambung menyambung dan dilakukan dari waktu ke waktu. Dengan demikian maka akan dapat diperoleh gambaran kemajuan yang terjadi di antara para siswa yang di evaluasi. Dan gambaran kemajuan yang diperoleh dari peserta didik ini dapat dijadikan sebagai langkah untuk menentukan langkah-langkah atau kebajikan-kebajikan yang perlu diambil untuk masa-masa selanjutnya agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara baik.

  1. Berprinsip obyektivitas


Prinsip obyektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila terlepas dari fakto-faktor yang bersifat subyektif.

Maka dalam melaksanakan evaluasi sebaiknya senantiasa berpikir dan bertindak secara wajar, menurut keadaan yang senyatanya tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yangbersifat subyektif. Maka prinsip obyektivitas ini sangat penting dilakukan. Sehingga dalam melakukan evaluasi dapat menghasilkan evaluasi yang murni yang tidak ternodai oleh sifat subyektif yang ada, karena keaslian dan kemurnian evaluasi inilah yang akan dapat digunakan untuk menentukan langkah yang baik selanjutnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II


PEMBAHASAN




  1. A.    ALAT EVALUASI


Dalam pengertian umum, alat adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang untuk melaksanakan tugas atau mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah “instrument”. Dengan demikian maka alat evaluasi juga dikenal dengan instrument evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. (Arikunto, 2010: 25)

Alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu yang dievaluasi dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggunakan alat tersebut evaluator menggunakan cara atau teknik, dan oleh karena itu dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan di atas, ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes. (Arikunto, 2010: 26)

  1. Teknik nontes


Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian peserta didik secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, social, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam  pendidikan baik individual maupun secara kelompok. (http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21 September 2011)

Suharsimi Arikunto dalam bukunya Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan menyatakan  yang tergolong teknik nontes antara lain:

  • Skala bertingkat (rating scale)

  • Kuesioner (questioner)

  • Daftar cocok (check list)

  • Wawancara (interview)

  • Pengamatan (observation)

  • Riwayat hidup


 

  1. Skala bertingkat (Rating scale)


Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan: Rating gives a numerical value to some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.

 

Contoh:

Skor atau nilai yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Siswa yang mendapat skor 8, digambarkan di tempat paling kanan dan semakin ke kiri adalah penggambaran nilai dibawah 8.

 

 

4                5                6               7                 8

  1. Kuesioner (questioner)


Kuesioner (questioner) juga biasa disebut angket. Pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini  dapat diketahui keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap atau pendapat dan hal lainnya dari diri seseorang.

Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi.

a)      Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:

i.            Kuesioner langsung

Kuesioner ini dikatakan langsung karena dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

ii.            Kuesioner tidak langsung

Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang dimintai keterangannya.

Sebagai contoh kuesioner diberikan kepada orang tua peserta didik untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. (Sudijono, 2011: 84)

b)      Ditinjau dari segi cara menjawab

  1. Kuesioner tertutup


Kuesioner tertutup adalah kuesioner  yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. Contoh: dengan memberikan tanda cek ( √ ).

  1. Kuesioner terbuka


Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan bermacam-macam. Contoh: kuesioner terbuka digunakan untuk meminta pendapat atau keterangan tentang alamat pengisi.

  1. Daftar cocok (check list)


Daftar cocok atau check list adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cek ( √ ). Di tempat yang sudah disediakan.

 

 

 

 

 

 

 

Contoh:

Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.

 






























PernyataanPendapat
PentingBiasaTidak penting
Olah raga tiap pagi
Aktif mengikuti organisasi
Berkunjung ke kos teman

 

  1. Wawancara (interview)


Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.

Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

a)      Interviu bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.

b)      Interviu terpimpin, yaitu interviu yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Jadi dalam hal ini responden pada waktu menjawab pertanyaan tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh pihak penanya. (Arikunto, 2010: 30)

Anas Sudijono dalam Pengantar Evaluasi Pendidikan menyatakan bahwa kelebihan yang dimiliki oleh wawancara adalah, bahwa dengan melakukan wawancara, pewawancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen, dan lain-lain) dapat melakukan kontak langsung dengan peserta didik yang akan dinilai, sehingga dapat diperoleh hasil penilaian yang lebih lengkap dan mendalam. Karena dengan melakukan wawancara, peserta didik dapat mengeluarkan isi hatinya dengan lebih bebas.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teknik wawancara tepat digunakan apabila seorang peneliti ingin mendapatkan data yang mendalam dari seorang atau beberapa responden.  Karena pertanyaan-pertanyaan yang belum jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi dan sebaliknya jawaban yang belum jelas dapat diminta lagi dengan lebih terarah dan lebih bermakna.

  1. Pengamatan (observasi)


Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.

Terdapat 3 macam observasi:

a)      Observasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan sepenuhnya mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati.

b)      Observasi sistematik, yaitu observasi dimana factor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Dalam observasi sistematik pengamat berada di luar kelompok.

c)      Observasi eksperimental

Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemekian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi. (Arikunto, 2010: 31)

  1. Riwayat hidup


Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap objek yang dinilai. (Arikunto, 2010: 31)

 

  1. Teknik tes


Menurut Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya evaluasi pendidikan  Tes adalah ” suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat “.  Selanjutnya didalam bukunya teknik-teknik evaluasi Mukhtar Bukhori mengatakan: “ Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid dan kelompok murid”.

Definisi yang selanjutnya dikutip oleh webster’s collegiate “test= any series of questions or exercises or other means of measuring the skill, knowledge, intelligence, capacities of aptitudes or an individual or group.

Dengan terjemahan bahwa Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Dari beberapa kutipan dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat pengumpul informasi tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes ini bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.

Ditinjau dari dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, maka dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu :

  1. Tes diagnostik

  2. Tes formatif

  3. Tes sumatif


 

1)      Tes diagnostik

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Dengan mengingat sekolah sebagai sebuah tranformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada diagram berikut ini:

 

 

 

 

input                                                                                    output

Tes diagnostik ke1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan disekolah yang dimaksudkan. Secara umum tes ini disebut tes penjajakan masuk yang dalam istilah inggris disebut entering behaviour test. Test diagnostik ke1 dilakukan untuk dapat menerima penetahuan lanjutannya. Pengatahuan dasar inibisa disebutdengan pengatahuan bahan prasyarat(pre-requisite). Oleh karena itu tes ini disebut sebagai tes prasyarat atau pre-requisite test.

Contoh:

Untuk mengajarkan perhitungan menghitung korelasi serial, guru harus yakin bahwa siswa sudah menguasai perhitungan tentang rata-rata dan simpangan baku(mean, standar deviasi). Oleh karena itu, sebelum mulai dengan menerangkan teknik korelasi serial tersebut, guru mengadakan test diagnostik untuk mengetahui penguasaan siswa atas mean dan standar deviasi tersebut.

Test diagnostik ke2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup byak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan disatu kelas, ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik,sedang, atau kurang, ini semua memerlukan adanya informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara melakukan tes diagnostik. Dengan demikian tes ini berfungsi sebagai tes penempatan (placement test) .

Test diagnostik ke3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus sekali-kali memberikan test diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain itu ia harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Berdasarkan atas hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.

Test diagnostik ke4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan.

2)      Test formatif

Dari arti kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti sesuatu program tertentu. Dalam kedudukannya seperti ini test formatif dapat juga dipandang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau test formatif diberikan pada akhir setiap program. Test ini merupakan post test atau test akhir proses.

Pre test                                                                                       post test

(test awal)                                                                                    (tes akhir)

Evaluasi formatif mempunyai fungsi baik bagi siswa, guru, maupun program itu sendiri.

Manfaat bagi siswa

a)      Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan proram secara menyeluruh.

b)      Merupakan penguatan bagi siswa.

c)      Usaha perbaikan

d)     Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh siswa merupakan serangkaian pengetahuan, keterampilan, atau konsep. Dngan mengetahui hasil tes formatif, siswa dg jelas dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang masih dirasakan sulit.

Manfaat bagi guru

a)      Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa.

b)      Mengetahui bagian-bagian mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa.

c)      Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.

Manfaat bagi program

Setelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dan hasil tersebut dapat diketahui :

a)      Apakah program yanag telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak .

b)      Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyrat yang belum diperhitungkan .

c)      Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai .

d)     Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat .

 

3)       Tes Sumatif

Evaluasi sumatif/ tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program / sebuah program yang lebih besar.  Dalam pengalaman di sekolah, tes formatif dapat disamakan dengan ualangan harian,sedang tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulagan umum yang biasanya dilaksanakn pada akhir semester.

Manfaat Tes Sumatif.

Manfaat tes sumatif ada 3 yang terpenting,yaitu:

a)      Untuk menentukan nilai.

Apabial tes formatif terutama digunakan untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian, dan tidak digunakan untuk member nilai atau tidak digunakn untuk menentukankedudukan seorang anak, maka niali dari tes sumatif ini digunakn untuk menentukan kedududkan anak.

b)      Untuk menentukan seorng anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam kepentingan ini tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi.

Contohnya; ketiak kenaikan kelas guru mempertimbangkan siapakah kira kira siswa yang mampu mengikuti program di kelas berikutnya.

c)      Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi; orang tua,pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila siswa pindah sekolah/ akan melanjutkan belajar/ akan bekerja.

Contohnya; raport yang diberikan setiap akhir semester dan ijazah/ STTB bagi siswa yg lulus dalam tingkat SD/ SLTP /SMA

 

4)      Tes Formatif dan tes sumatif dalam praktek

 

Dalam pelaksanaan di sekolah tes formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes sumatif bias dikatakan sebagai ualngan umum yang diadakn di akhir semester.

Dalam pelaksanaannya tes sumatif di sekolah sekolah dikenal dengan THB (tes hasil belajar), TPL (tes prestasi belajar),Ulangan semester.

 

Kebaikan THB bersama;

a)      Pihak atasan atau pengelola sekolah sekolah dapat membandingkan kemajuan sekolak sekolah yang ada di wilayahnya

b)      Karena dibandingkan antara sekolah yang satu dengan yang alain,maka akan timbul persaingan sehat antar sesame.

c)      Standar pelajaran akan terpelihara dengan sebaik baiknya karena soal soal tes yang akan diberikan oleh Dinas P dan K atau Kanwil

 

 

 

Keburukan THB bersama;

a)      Ada kemungkinan akan terjadi pemberian pelajaran yang hanya berorientasi pada “UJIAN” dengan cara memberikan latihan mengerjakan soal yang sebanyak-banyaknya.

b)      Tidak menghiraukan jika terjadi beberapa bentuk kecurangan karena ada sekolah-sekolah yang ingin mendapat niali baik.

Berhubungan dengan adanya bermacam-macam tes ini dengan sendirinya cara memberikan nilai dan perhitungannya sebagai informasi orestasi siswa juga berbeda-beda.

  1. B.     PERBANDINGAN ANTARA DIAGNOSTIK, FORMATIF, DAN SUMATIF


 

  1. Ditinjau dari segi fungsinya


 

Diagnostik :

  1. Untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa

  2. Menentukan tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya

  3. Untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuannya dalam menerima pelajaran

  4. Menentukan kesulitan – kesulitan belajar yang dialami siswa, sehingga pendidik dapat membantu mengatasi masalah tersebut dan juga membimbingnya


Formatif :

  1. Untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan

  2. Untuk mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai


 

Sumatif :

  1. Untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya

  2. Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa dirinya telah mengikuti suatu program, dan juga menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok


 

  1. 2.      Ditinjau dari segi waktu


 

Diagnostik :

  1. Pada saat penyaringan calon siswa

  2. Pada saat pembagian kelas atau saat pertama kali guru memberikan pelajaran

  3. Selama pelajaran sedang berlangsung


Formatif :

  1. Selama pembelajaran berlangsung, tujuannya agar pendidik dapat mengetahui informasi kemajuan yang telah dicapai atau kekurangan dan  kesulitan siswa, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan baik


Sumatif :

  1. Pada akhir catur wulan atau semester akhir


 

 

  1. 3.      Ditinjau dari titik berat penilaian


Diagnostik :

  1. Menekan pada aspek kognitif, afektif, dan juga psikomotor

  2. Pada faktor fisik, psikologi, dan lingkungan


Formatif :

  1. Hanya menekan pada aspek atau tingkah laku kognitif saja


Sumatif :

  1. Menekan pada aspek kognitif, namun kadang  pada aspek psikomotorik dan juga terkadang pada aspek afektifnya. Walaupun demikian yang diukur bukan sekedar ingatan dan hafalannya saja melainkan tingkatan yang lebih tinggi


 

  1. 4.      Ditinjau dari alat evaluasi


Tes diagnostic:

  1. Tes  prestasi belajar yang sudah distandarisasikan

  2. Tes diagnostik  yang sudah distandarisasikan

  3. Tes buatan guru

  4. Pengamatan dan daftar cocok (Check list)


 

Tes formatif

  1. Tes prestasi belajar yang tersusun secara baik


Tes sumatif

  1. Tes ujian akhir


 

  1. 5.      Ditinjau dari cara memilih tujuan yang di evaluasi


Tes diagnostik

  1. Memilih tiap-tiap ketrampilan prasyarat

  2. Memilih tujuan setiap program pelajaran secara berimbang

  3. Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik, mental , dan perasan


Tes formatif

Mengukur semua tujuan instruksional khusus

Tes sumatif

Mengukur tujuan instruksional umum

6.  Ditinjau dari tingkat kesuliatan tes

Tes diagnostik

Untuk tes diagnostic mengukur ketrampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran 0,65 atau lebih.

Tes formatif

Belum dapat ditentukan

Tes sumatif

Rata-rata mempunyai tingkat kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 sampai 0,70. Ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar.

  1. 7.      Ditinjau dari Skoring (cara memberikan skor)


Tes Diagnostik

Tes diagnostic menggunakan standar mutlak dan standar relative (criterion referenced and normreferenced).

 

Tes Formatif

Hanya menggunakan standar mutlak (criterion referenced).

 

Tes Sumatif

Kebanyakan menggunakan standar relative (normrferenced), tetapi dapat pula dipakai standar mutlak (criterion referenced).

 

  1. 8.      Ditinjau dari Tingkat Pencapaian


Menurut Dr. Suharsimi Arikunto bahwa yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah nilai skor yang dicapai siswa di dalam setiap tes. Lanjut beliau mengtakan bahwa tingkat pencapaian ini tidaklah sama, artinya, tinggi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaian tergantung pada  fungsi dan tujuan masing-masing tes. (Suharsimi, 2005: 47)

 

(1)   Tes Diagnostik

Tes Diagnostik ini bermacam-macam, oleh karena itu tingkat pencapaiannya juga tidak sama. Te diagnostic yang sifatnya memonitor kemajuan, maka tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhasilannya. Oleh karena itu tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostic tersebut. Kemudian tes prasyarat, tes ini sifatnya khusus, yang memiliki fungsi untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat  untuk kelanjutan studi bagi pengetahuan berikutnya.

 

(2)   Tes Formatif

Tes ini, jika ditinjau dari segi tujuan, maka fungsinya adalah digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah mencapai tujuan instruksional umum yang diuraikan menjadi tujuan instruksional khusus. dalam system pendidikan lama, belum ada tuntutan terhadap pencapaian TIK namun pada tahun 1975, dengan keluarnya kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah 75%. Oleh karena itu, siswa yang belum mencapai skor tersebut diwajibkan untuk menempuh kegiatan perbaikan yang sering disebut renudial program sampai siswa yang bersangkutan lulus dalam tes yang berarti telah mencapai skor 75%. (Suharsimi, 2005: 48).

 

(3)   Tes Sumatif

Fungsi tes sumatif adalah memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan menentukan posisi kemampuan siswa dibandingkan dengan kawan dan kelompoknya. Oleh karena itu, tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa tersebut. Namun tidak berarti tes sumatif tidak penting. Perlu diingat bahwa te sumatif ini dilakukan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan apakah siswa tersebut naik kelas atau lulus. Secara terpisah, tidak ditentukan tingkat pencapaiannya, namun secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu, yaitu norma kenaikan kelas atau norma kelulusan.

 

9. Ditinjau dari cara Pencatatan Hasil

(a)    Tes Diagnostik

Jika ditinjau dari cara pencatatan hasil, maka tes diagnostik hasilnya dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil.

(b)   Tes Formatif

Sedangkan tes formatif cara pencatatannya yaitu prestasi setiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas.

(c)    Tes Sumatif

Tes sumatif jika ditinjau dari dari cara pencatatan hasil, maka pencatatannya keseluruhan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan yang dicapai.

 

 

 

 

 

 

 

BAB III


KESIMPULAN


Dari pembahasan di  atas maka dapat di simpulkan :

  1. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka dari itu seorang pengajar/ Guru haruslah mengetahui prinsip-prinsip dalam evaluasi Sehingga dapat merumuskan suatu evaluasi yang baik dan proses belajar mengajar akan berjalan dengan baik.

  2. Evalusi yang di lakukan dengan non test yaitu melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan tes berarti penilaian dengan menggunakan test .

  3. Evaluasi yang dilakukan di sekolah, Khususnya di suatu kelas yang salah satunya adalah untuk mengukur siswa. Dilihat dari segi kegunaan mengukur siswa maka di bedakan menjadi 3 macam tes, Yaitu :


a)      Tes Diagnostik (Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa)

b)      Tes Formatif (Untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh)

c)      Tes Sumatif (Ulangan Harian/semester)

  1. Evaluasi diarahkan pada komponen-komponen sistem pembelajaran, yang meliputi input, proses, dan output.

  2. Karakteristik siswa yang dievaluasi dalam ruang lingkup kegiatan belajar mengajar adalah dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka


 


Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta

http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/07/alat-evaluasi-pendidikan-non-tes.html, diakses 21 September 2011

Selasa, 15 November 2011

RESUM ANALISIS MATERI FIQH IBADAH



“ Shalat jenazah”


Dosen Pengampu : Goffar Ismail S.Ag, M.A


 


 


Oleh :


            Wiwin Sundari (20090720015)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM


                                    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2011


Shalat jenazah merupakan shalat yang dilakukan karena adanya muslim atau muslimah yang meninggal dunia. Dan hukum dari shalat jenazah ini adalah fardlu kifayah artinya jika sudah dikerjakan oleh seorang muslim atau muslimah maka gugurlah kewajiban bagi yang lain, namun shalat jenazah lebih dianjurkan untuk berjamaah. Dari Khabbab ra, ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa pergi mengantar jenazah dari rumah duka dan menyolatkannya lalu mengantarnya sampai kuburan, maka ia mendapat pahala dua qirath, dan setiap qirathnya sama dengan gunung uhud. Dan barang siapa menyolatkannya lalu pulang, maka ia hanya memperoleh satu qirath.” (HR. Muslim).

Shalat jenazah dilakukan dengan empat kali takbir tanpa adanya sujud dan ruku’. Sama halnya dengan shalat fardhu, shalat jenazah juga mempunyai syarat dan rukun yang harus dilaksanakan oleh muslim atau muslimah yang akan menyalati jenazah, adapun syarat melakukan shalat jenazah yaitu :

  1. Suci dari hadats kecil dan besar

  2. Menghadap ke kiblat

  3. Menutup aurat

  4. Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani

  5. Mayat diletakkan disebelah kiblat orang yang menyolatkan


 

Sedangkan rukun dari shalat jenazah yaitu :

  1. Niat karena Allah SWT

  2. Berdiri bagi yang mampu dan menghadap qiblat. Apabila jenazah tersebut laki – lakimaka posisi shaf imam berada sejajar dengan kepala jenazah, sedangkan apabila jenazahnya perempuan maka posisi imam berdiri sejajar dengan tengah – tengah badannya (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi dari Anas)

  3. Takbir empat kali dengan mengangkat kedua tangan ( HR. Muttafaq ‘alaih, dari jabir)

    1. Takbir pertama membaca surat Al – Fatihah





  1. Pada takbir kedua membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW seperti shalawat yang diajarkan Nabi dalam tahiyyat.

  2. Takbir ketiga, berdoa untuk jenazah/ mayit



  • Jika jenazahnya laki – laki


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ, وَعَافِهُ وَاعْفُ عَنْهُ, وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ, وَوَسِعْ مُدْخَلَهُ, بِا لْمَاءِ وَا لثَّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهِ


 مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ, وَأَبْدِلْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ, وَأَهْلًا خَيْرًا


 مِنْ اَهْلِهِ, وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ, وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ, وأَ عِذْهُ مِنْ عَذَا بِ الْقَبْرِأوْ مِنْ عَذَا بِ ا لنَّارِ


Artinya : “ Ya Allah, ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka”

  • Jika jenazahnya perempuan


اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهَ وَارْحَمْهَ, وَعَافِهَ وَاعْفُ عَنْهَ, وَأَكْرِمْ نُزُلَهَ, وَوَسِعْ مُدْخَلَهَ, بِا لْمَاءِ وَا لثَّلْجِ وَالْبَرَدِ, وَنَقِّهَ


 مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ, وَأَبْدِلْهَ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهَ, وَأَهْلًا خَيْرًا


 مِنْ اَهْلِهَ وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَ, وَأَدْخِلْهَ الْجَنَّةَ, وأَ عِذْهَ مِنْ عَذَا بِ الْقَبْرِ,أوْ مِنْ عَذَا بِ ا لنَّارِ


 


 




  1. Takbir keempat dilanjutkan dengan membaca doa


اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِ مْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ


 




  1. Membaca salam


اَلسَّلاَ مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه


 


            Jika yang meninggal tersebut tempat tinggalnya jauh dari kita dan tidak dapat kita jangkau, kita tetap bisa melakukan shalat jenazah untuk dia di tempat dimana kita berada, yang disebut juga dengan shalat ghaib. Namun bagi umat muslim yang meninggal karena bunuh diri, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama, apakah tetap dishalatkan ataukah tidak. Pada dasarnya tidak ada keterangan dari Nabi Muhammad SAW tentang larangan untuk menyolatkan muslim yang bunuh diri. Namun karena bunuh diri itu merupakan hal yang dibenci dan tidak disukai oleh Nabi SAW dan juga merupakan perbuatan orang yang berputus asa, maka beliau tidak menyolatkan orang yang meninggal dengan bunuh diri. Hal ini telah tertera dalam QS. At – taubah 84 yang Artinya : “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka Telah kafir kepada Allah dan rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik”.

Dalam makalah kelompok XI permasalahannya adalah apakah orang yang meninggal dalam keadaan syahid dishalatkan atau tidak.

Mati syahid adalah orang yang meninggal karena membela agama Allah SWT, dan  disini terdapat perbedaan pendapat yaitu, apakah tetap dishalatkan atau tidak. Imam Bukhori meriwayatkan dari jabir, dalam hadits Rasulullah SAW, seperti di bawah ini :

عنْ جا برانّ النّبي ص م اَمَرَفى قطلى احد بِدَ فنِهِمْ بِدِمَانهمْ وَلَمْ يُغسَلُوا وَلَمْ يُصَلّ عَلَيْهِمْ (رواه البخارى)

Artinya : “Dari Jabir, sesungguhnya Rasul SAW telah memerintahkan (kepada para sahabat bagi orang -  orang yang gugur) dalam peperangan uhud supaya mereka dikuburkan beserta darah mereka, tidak dimandikan dan tidak perlu dishalatkan” (HR. Bukhori)

Jadi orang yang mati syahid, jenazahnya tidak perlu dimandikan, dikafani, dan juga dishalatkan. Caranya langsung dikubur dengan pakaian yang dikenakan ketika gugur atau meninggal.

Pendapat yang kedua yang menyatakan bahwa jenazah yang mati secara syahid tetap di shalati adalah riwayat Imam Bukhori dari uqbah bin amar yang menyatakan bahwasanya Rasulullah SAW pernah keluar lalu beliau melakukan shalat untuk mereka yang gugur di bukit uhud sebagaimana beliau shalat jenazah setelah delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang mati syahid boleh tetap dishalatkan dan boleh juga tidak dishalatkan. Hal ini karena kedua hadits tersebut shahih dan bersumber dari Rasulullah SAW.

 

 

TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN Pengertian dan penerapannya di Indonesia

 

Dosen : Muh Samsudin, S.Ag., M.Pd


 

Kelompok 4 :


Wildana Husada (20090720027)


Wiwin Sundari (20090720015)


Aditiya Purnomo (20090720019)


M. Ariyandi (20090720037)


 

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


2011


 

 

 

 

 

 

 

 

 

Resume

 

Teknologi merupakan suatu keseluruhan sistem untuk mengelola hasil hingga terdapat nilai tambah. Dengan demikian teknologi komunikasi pendidikan yang dapat diartikan sebagai suatu cara yang sistematis dalam merancang, melaksanakan dan menilai keseluruhan proses belajar mengajar dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan tersebut.

Dalam teknologi pendidikan unsur terpentingnya adalah belajar dan sumber-sumber untuk keperluan belajar tersebut, namun masih diperlukan adanya unsur lain yaitu pendekatan sistem dan adanya pengelolaan. Teknologi pendidikan dapat pula dirumuskan sebagai suatu bidang diskripsi yangmempunyai unsur-unsurnya sebagai berikut:

  1. Suatu bidang yang berkepentingan dengan kegiatan manusia.

  2. Suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, yang meliputi identifikasi pengembangan,pengorganisasian dan penggunaan segala macam sumber belajar.

  3. Suatu kepentingan yang juga meliputi pengelolaan dari proses kegiatan


 

 

 

Perkembangan teknologi komunikasi pendidikan

Konsep teknologi pendidikan sebagai induk teknologi komunikasi, dapat dikaji perkembangannya lebih jauh lagi yaitu sejak timbulnya revolusi pertama yaitu adanya profesi guru.

Pada sekitar 500 tahun SM, kaum suwi merupakan penjual ilmu pengetahuan. Maksudnya memberikan pelajaran dengan mendapatkan upah. Mereka dapat dikatakan sebagai nenek moyang teknologi pembelajaran (Saettler, 1986 : 13). Berbagai tingkah publisitas mereka lakukan untuk mendapatkan perhatian, antara lain dengan memakai jubah ungu, yang kemudian berkembang menjadi toga seperti yang kita kenal saat ini.

Namun secara umum ada tiga macam cara yang biasa mereka lakukan, yaitu :

1)      Penyajian kuliah yang dipersiapkan secara teliti terlebih dahulu

2)      Penyajian kuliah yang mengenai sesuatu yang diajukan oleh khalayak

3)      Dan debat secara didepan khalayak

Kaum sufi berpendapat bahwa semua orang mempunyai potensi untuk berkembang dan sama – sama mempunyai tanggung jawab social untuk mengatur dunia, tetapi semuanya itu hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Selain itu kaum suwi juga menghargai “techne” (teknologi) yang kepemerintahan maupun keterampilan tangan (Saettler, 1968 : 14).

Johann amos Comenius (1592-1670) memberikan kontribusi pula bagi perkembangan konsepsi teknologi pendidikan. Diantara prinsip pendidiakan yang diajukan Comenius adalah:

  1. Isi pelajaran harus disesuiakan dengan tahap perkembangan anak didik.

  2. Sesuatu yang diajarkan harus mempunyai aplikasi praktis dalam kehidupan dan harus mengandung nilai bagi anak didik.

  3. Bahan ajaran disusun secara induktif, mulai dari  mudah meningkan kearah yang sulit, dan Comenius menulis serangkaian buku teks dengan ilustrasi dibuat sesuai dengan kebutuhan pembelajaran.”karya Comenius yang terkenal berupa buku Orbus pictus” (dunia dalam gambar) yang diterbitkan pada tahun 1658 berupa buku dengan gambar ilustrasi untuk pengajaran bahasa latin dan ilmu pengetahuan.


Gerakan yang mendasari kearah terwujudnya  bidang dan konsepsi teknologi pembelajaran baru dapat dikatakan tumbuh dengan lahirnya konsepsi pengajaran visual maupun alat bantu visual. Yang dimaksud dengan alat bantu visual ini adalah gambar, model, benda atau alat yang dapat memberikan pengalaman visual yang nyata kepada anak. Penggunaan alat bantu visualdalam pembelajaran ini dimaksudkan beberapa manfaat, yaitu :

a)      Memperkenalkan, membentuk dan memperkaya serta memperjelas pengertian yang abstrak kepada anak

b)      Mengembangkan sikap yang diinginkan

c)      Mendorong kegiatan anak lebih lanjut

Disamping itu konsepsi pengajaran visual mempunyai dua pemikiran lain, yaitu :

a)      Pentingnya mengklasifikasikan jenis – jenis alat bantu visual yang digunakan

b)      Dan perlunya mengintegrasikan bahan – bahan visual kedalam kurikulum, sehingga penggunaannya menyatu dengan kurikulum tersebut

Konsepsi pengajaran visual juga mempunyai beberapa kelemahan, dianataranya :

a)      Menekankan kepada bahan – bahan visual itu sendiri, artinya tidak disertai dengan kegiatan yang berhubungan dengan desain, pengembangan, produksi, evaluasi, dan pengelolaan bahan – bahan visual tersebut

b)      Dan bahan visual dipandang sebagai alat bantu guruuntuk kegiatan mengajar, jadi tidak dipandang sebagai suatu kesatuan bahan pengajaran yang dapat dipakai untuk belajar sendiri

Konsep pengajaran visual kemudian berkembang menjadi audio visual pembelajaran, yang digunakan sebagai alat atau bahan oleh pendidik untuk memindahkan gagasan dan pengalaman kepada anak melalui mata dan telinga. Konsep pembelajaran audio visual ini menekankan kepada nilai, pengalaman yang nyata, dan bersifat non verbal dalam proses belajar.

Jadi cirri yang penting dalam komunikasi atau pembelajaran audio visual ini adalah ditingkatkannya suatu penekanan terhadap bahan – bahan audio visual sebagai alat bantu mengajar untuk memberikan pengalaman yang konkrit kepada anak.

Perkembangan konsepsi selanjutnya terjadi pada tahun 1960 perubahan konsepsi tersebut dimungkinkan dengan diaplikasikannya pendekatan sistem dan konsep perkembangan pembelajaran pada kegiatan pendidikan. Pendekatan ini memandang teknologi pendidikan sebagai suatu pendekatan sistem dalam proses belajar mengajar yang dipusatkan pada desain, implementasi, dan evaluasi atas proses belajar mengajar tersebut.(AECT,1977:43)

Pengaruh teknologi komunikasi pendidikan

Berdasarkan pengertian sistem yang telah kita ketahui bahwa daya input baru atau komponen baru dalam sistem, dalam hal ini sistem pendidikan, akan mempengaruhi komponen-komponen lain serta sistem pendidikan secara keseluruhan. Masuknya teknologi komunikasi dalam garis berasnya akan mempengaruhi strategi pengembangan kurikulum, pola interaksi pendidikan dan lahirnya berbagai bentuk lembaga pendidikan.

Strategi bahkan kebijakan akan mengembangkan kurikulum, yang kemudia akan mengalami perubahan. Semula perubahan itu akan terjadi pada ruang kelas yang dilakukan oleh masing-masing guru secara individual. Secara maksimal perubahan itu terjadi pada taraf sekolah. Perubahan pada taraf inilah yang sering kali merepotkan administrator pendidikan karena dapat memperluas jurang perbedaan antara sekolah maju yang akan melaksanakan perubahan karena kondisi yang memungkinkan dengan sekolah yang tradisional. Dengan adanya perubahan pada taraf penentuan dan penjabaran kurikulum, maka ada jaminan perubahan itu dilaksanakan secara menyeluruh, serentak dan terkoordianasikan.

 

 

 

Pengaruh yang lain juga terdapat pada berbagai unsure  dalam proses pendidikan seperti:

  1. Isi kurikulum tidak hanya ditentukan oleh ahli bidang studi saja, melainkan secara bersama-sama oleh ahli pengembang bahan dan sistem pembelajaran.

  2. Pola pembelajaran tidak semata didasarkan atas interaksi guru kelas kepada murid, melainkan ada guru media yang berinteraksi dengan murid melalui media. Guru


media disini pada hakekatnya merupakan tim  yang terdiri dari sekelompok orang yang ahli dalam bidang studi serta ahli mengembangankan bahan dan sistem pembelajaran.

  1. Evaluasi kemajuan belajar tidak lagi berada di tangan guru kelas sepenuhnya


karena dengan adanya pengajaran melalui media maka kemajuan belajar telah mengandung alat evaluasi.

  1. Peranan guru akan mengalami perubahan, guru kelas tidak lagi memegang kendali penuh dikelasnya. Tetapi tetap dituntut untuk memberikan bimbingan kepada anak untuk belajar.

  2. Tempat berlangsungnya proses belajar mengajar tidak hanya terbatas pada gedung sekolah tetapi dimana situasi lingkungan pembelajaran memungkinkan.

  3. Standarisasi mutu


karena adanya tim pembelajaran dipusat yng mempersiapkan bahan ajar dan bahan ini dapat disebarkan secara meluas.

Peran dan fungsi pusat teknologi pendidikan dan kebudayaan

Pusat teknologi pendidikan dan kebudayaan merupakan penerapan sistematik teknik komunikasi massa sebagai bagian yang penting dari proses belajar mengajar yang didasrkan pada pendekatan yang lebih ilmiah dan metodologis dalam memecahkan persoalan dibidang pendidikan atau kebudayaan.

Teknologi komunikasi merupakan sesuatu yang inovatif dalam dunia pendidikan dan layaknya setiap inovasi, pengembangan Teknologi komunikasi sebagai suatu sistem yang tidak luput dari kesulitan dan tantangan, maka setiap progam komponen baik faktor intern maupun ekstern akan menyebabkan perubahan pada tujuan umum.

Biasanya perubahan tersebut ialah untuk meningkatakan hasil atau pun menyempurnakan proses pada tingkat hasil yang tetap. Inovasi dalam bidang Teknologi komunikasi mempunyai tujuan umum untuk membantu meningkatakan hasil pendidikan baik kuantitatif maupun kualitatif dan juga menyempurnakan proses pendidikan agar lebih efisien dan efektif, selain itu juga diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah – masalah pendidikan, yang merupakan suatu problem yang berat dan kompleks yang memerlukan penanggulangan secara serius karena menyangkut pendidikan manusia seumur hidup.

Beberapa pokok-pokoknya kebijaksanaan atau peran yang telah digariskan dalam rangka penanggulangan masalah pendidikan, diantaranya yaitu :

  1. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar

  2. Pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan

  3. Peningkatan relevansi pendidikan

  4. Efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan dan kebudayaan


Pendidikan kita dewasa ini tengah menghadapi berbagai tantangan dan persoalan, anatara lain tantangan itu ditimbul karena :

  1. Berkembangnya jumlah penduduk dan sekaligus bertambahnya keinginan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang secara kumulatif dan menuntut tersedianya sarana pendidikan

  2. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang menghendaki dasar-dasar pendidikan yang kokoh. Dengan demikian menuntut pendidikan yang lebih lama dan terjadi sepanjang hidup

  3. Berkembangnya teknologi yang mempermudah manusia menguasai dan memanfaatkan alam dan lingkungannya

  4. Sumber-sumber yang makin terbatas dan belum dimanfaatkannya sumber yang ada secara efektif dan efisien

  5. Sistem pendidikan yang masih lemah dengan tujuan yang masih kabur, kurikulum yang belum serasi, suasana yang belum menarik dan merangasng dan sebagainya

  6. Pengolahan pendidikan yang belum mekar, mantap, dan belum peka terhadap perubahan dan tuntutan keadaan, baik masa kini maupun masa depan


Salah satu hasil perkembangan teknologi yang ada di Indonesia yang merupakan sumber potensial untuk menjawab tantangan dan memecahkan persoalan pendidikan tersebut berupa teknologi dalam bidang komunikasi khususnya radio dan televisi, internet maupun media cetak  seperti Koran dan majalah pendidikan, yang sudah mulai diidentifikasikan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan dengan bantuan UNESCO pada tahun 1968. Berbagai studi laporan dan eksperimentasi untuk pemanfaatan radio dan televisi telah dilakukan dan dipelajari dengan hasil-hasil yang positif. Selain itu acara – acara pendidikan baik itu yang ditayangkan lewat televisi maupun media massa yang lain, harus disusun sedemikian rupa sehingga berorientasikan pada hal – hal yang diperlukan dan yang fungsional dalam kehidupan. Untuk melakukannya maka diperlukan usaha tertentu yang terencana dan sistematis yaitu dengan :

1)         Membentuk dengan sengaja media pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan

2)         Memprogram isi dari pendidikan tersebut

3)         Menyediakan waktu yang cukup

4)         Mengadakan evaluasi yang sistematis

5)         Melakukan orientasi study jangka pendek dan praktis agar segera dapat diterapkan hasilnya dalam lapangan

6)         Isi pelajaran merupakan tanggapan dari kebutuhan khusus dan relative jangka pendek

Jadi dapat disimpulkan bahwa peranan Pusat teknologi komputer salah satunya adalah menghadapi masalah atau tantangan dibidang pendidikan dengan menerapkan prinsip dan penemuan dalam ilmu pengetahuan, khususnya komunikasi serta memanfaatkan teknologi yang sudah memasyarakat. Selain itu hendaknya kita harus meninjau lebih teliti kemudahan apa saja yang dapat diberikan oleh teknologi komunikasi dalam memperluaskan pendidikan dan kebudayaan, dengan tidak melupakan batas kemampuannya. Lebih dari itu teknologi komunikasi dapat digunakan untuk menimbulkan kepekaan terhadap keadaan, nasib, serta malapetaka yang menimpa suatu daerah dan dengan demikian akan menumbuhkan sikap solidaritas kepada seseorang, terutama baik digunakan untuk melatih rasa simpati dan empati anak, karena GBHN telah menggariskan bahwa pada diri anak harus ditimbulkan cinta pada tanah air dan bangsanya. Salah satu hal yang dilakukan misalnya dengan memperlihatkan kepada anak baik itu dengan media tertulis, maupun media yang berupa gambar dan suara seperti video dan lain – lain. Pemanfaatan teknologi komunikasi untuk pendidikan memerlukan kerjasama yang erat dari semua pihak yang bersangkutan, karena teknologi merupakan satu realitas yang pasti setiap manusia akan membutuhkannya dan menggunakannya.